Kata Imbuhan Bohong: Pengertian Dan Contohnya
Halo, guys! Pernah nggak sih kalian ketemu kata-kata yang kelihatannya bener tapi ternyata bohong? Nah, dalam bahasa Indonesia, ada yang namanya kata imbuhan bohong, atau yang lebih keren disebut kata tidak baku atau tidak sesuai kaidah. Kata-kata ini sering banget kita temuin dalam percakapan sehari-hari, bahkan mungkin tanpa kita sadari. Padahal, kalau kita pakai kata yang bener sesuai kaidah, komunikasi kita jadi lebih jelas, sopan, dan pastinya keren, dong! Artikel ini bakal ngebahas tuntas soal kata imbuhan bohong, mulai dari pengertiannya, kenapa bisa muncul, sampai contoh-contohnya yang sering bikin kita salah kaprah. Yuk, kita bedah bareng-bareng biar makin jago bahasa Indonesia!
Memahami Konsep Kata Imbuhan Bohong
Oke, jadi apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan kata imbuhan bohong ini? Gampangnya, kata imbuhan bohong itu adalah kata-kata yang tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku. Maksudnya gimana? Jadi gini, guys, dalam bahasa Indonesia itu ada aturan mainnya. Ada kata dasar, terus kita bisa tambahin imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, atau gabungan) untuk membentuk kata baru. Nah, kata imbuhan bohong ini muncul ketika kita salah pakai imbuhan, atau imbuhannya itu sendiri nggak ada dalam kamus bahasa Indonesia yang resmi. Seringkali, kata-kata ini muncul karena kebiasaan orang ngomong, pengaruh bahasa daerah, atau bahkan sekadar salah dengar dan salah tulis. Bayangin aja kalau kita ngomong sama dosen pakai bahasa yang campur aduk sama bahasa gaul yang nggak baku, pasti bakal aneh, kan? Makanya, penting banget buat kita ngerti mana yang baku dan mana yang nggak. Kata imbuhan bohong ini bukan berarti kata itu jahat atau menipu loh ya, tapi lebih ke arah tidak sesuai standar. Mirip kayak kalian lagi main game, ada aturan mainnya. Kalau kalian langgar aturan, ya nggak sesuai sama gameplay yang bener. Sama halnya kayak bahasa, ada kaidah yang harus diikuti biar komunikasinya lancar dan nggak bikin bingung. Terus, kenapa sih kata-kata kayak gini bisa muncul? Banyak faktor, guys. Salah satunya adalah pengaruh bahasa daerah. Indonesia kan kaya banget sama bahasa daerah, nah, kadang dalam percakapan sehari-hari, kita tanpa sadar menyerap kosakata atau pola pembentukan kata dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. Contohnya, ada beberapa daerah yang punya cara khas dalam menambahkan awalan atau akhiran yang ternyata nggak ada di bahasa Indonesia baku. Faktor lain adalah perkembangan zaman dan bahasa gaul. Seiring waktu, bahasa itu dinamis, guys. Muncul kata-kata baru, cara bicara yang lebih santai, dan ini bisa jadi pemicu munculnya kata-kata yang nggak baku. Bahasa gaul seringkali memadatkan atau mengubah bentuk kata agar lebih mudah diucapkan atau terdengar lebih keren. Tapi ya itu tadi, kalau dipakai di situasi formal, bisa jadi nggak pas. Terakhir, ya kadang emang kesalahan semata. Bisa salah ketik, salah dengar, terus kebiasaan deh. Makanya, kalau mau nulis atau ngomong yang bener, sebaiknya kita rajin buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) atau buku tata bahasa. Intinya, kata imbuhan bohong ini adalah kata-kata yang perlu kita waspadai agar kita bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan lebih baik dan benar. Penting untuk selalu mengacu pada kaidah yang berlaku agar komunikasi kita efektif dan terhormat.
Mengapa Kita Perlu Memperhatikan Kata Imbuhan yang Tepat?
Nah, guys, kenapa sih kita repot-repot harus peduli sama kata imbuhan yang bener? Bukannya yang penting pesan nyampe? Eits, jangan salah. Memperhatikan penggunaan kata imbuhan yang tepat itu punya banyak manfaat, lho. Pertama, ini soal kejelasan komunikasi. Ketika kita menggunakan kata yang baku dan sesuai kaidah, pesan yang ingin kita sampaikan itu jadi lebih jelas dan tidak ambigu. Bayangin kalau kamu ngobrol sama klien penting terus pakai kata-kata yang aneh atau nggak lazim, bisa-bisa kliennya bingung, terus transaksi gagal deh. Kata imbuhan yang tepat itu kayak jalan tol, langsung nyampe tujuan tanpa hambatan. Sebaliknya, kata yang nggak baku itu kayak jalan setapak yang banyak belokannya, bikin pendengar atau pembaca harus mikir ekstra buat ngerti maksud kita. Kedua, ini soal kesopanan dan kewibawaan. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, termasuk pemilihan kata imbuhan yang tepat, itu menunjukkan rasa hormat kita terhadap bahasa itu sendiri dan juga lawan bicara kita. Di situasi formal, seperti presentasi, wawancara kerja, atau menulis karya ilmiah, penggunaan bahasa yang baku itu mutlak diperlukan. Ini nunjukkin kalau kita serius, profesional, dan punya attitude yang baik. Orang yang pakai bahasa baku itu biasanya terlihat lebih berwibawa, guys. Ketiga, ini soal identitas dan kebanggaan. Bahasa Indonesia itu kan identitas kita sebagai bangsa. Dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, kita turut melestarikan dan memajukan bahasa nasional kita. Bangga dong kalau kita bisa berkomunikasi dengan bahasa yang indah dan tertata rapi? Terakhir, ini soal standarisasi dan keseragaman. Bahasa Indonesia itu dipakai di seluruh nusantara. Kalau semua orang pakai bahasa sesuai kaidah, maka komunikasi antar daerah atau antar individu jadi lebih mudah dan seragam. Nggak ada lagi bingung-bingung karena beda cara ngomong atau beda arti kata. Jadi, penting banget untuk selalu update pengetahuan tata bahasa kita. Jangan sampai kita ketinggalan zaman atau malah bikin orang lain salah paham gara-gara salah pakai imbuhan. Ingat, guys, bahasa itu cermin diri kita. Semakin baik kita berbahasa, semakin baik pula citra diri kita di mata orang lain. Yuk, mulai dari sekarang, lebih teliti lagi dalam memilih kata dan imbuhan yang tepat! Ini bukan cuma soal jadi pintar bahasa, tapi soal jadi pribadi yang lebih baik dan profesional.
Jenis-Jenis Kata Imbuhan Bohong (Tidak Baku)
Nah, biar nggak bingung lagi, yuk kita kenali beberapa jenis kata imbuhan bohong yang sering muncul. Ini bukan berarti kata-katanya jelek ya, guys, tapi lebih ke arah tidak sesuai kaidah baku. Jadi, kita perlu tahu biar nggak salah pakai. Yang pertama adalah imbuhan yang salah penempatannya. Maksudnya, imbuhan itu ada, tapi ditaruh di tempat yang salah, jadi nggak membentuk kata yang benar sesuai kamus. Contohnya, kata dasar 'makan'. Seharusnya kalau jadi kata kerja aktif ya 'makan' aja atau ditambah imbuhan 'memakan' kalau ada objeknya. Tapi kadang orang bilang 'memakannya' padahal nggak ada objeknya, atau malah bilang 'dimakanin' yang maknanya jadi agak beda dan nggak baku. Kesalahan penempatan imbuhan ini sering banget kejadian. Terus ada juga imbuhan yang sebenarnya tidak ada tapi dipaksakan. Misalnya, dari kata 'lihat', seharusnya kalau jadi kata benda abstrak ya 'pandangan' atau 'penglihatan'. Tapi ada yang kadang bilang 'lihatan' atau 'terlihatan' yang seolah-olah imbuhannya 'an' atau 'ter' tapi dengan bentuk yang salah. Padahal, imbuhan 'ter-' itu sudah ada dan benar, contohnya 'terlihat'. Nah, yang jadi masalah kalau kita bikin imbuhan sendiri yang nggak ada di kamus. Yang kedua adalah penggunaan kata serapan yang belum baku. Bahasa Indonesia itu kan suka nyerap kata dari bahasa asing. Kadang, proses penyerapannya belum sempurna atau belum sesuai kaidah. Contohnya, kata 'konsekuen' yang seharusnya 'konsekuen', tapi sering ditulis atau diucapkan 'konsekwen'. Nah, penulisan dan pengucapan yang salah ini bisa dianggap tidak baku. Padahal, kalau kita pakai yang sudah baku, artinya jadi lebih jelas dan sesuai dengan kaidah penyerapan kata. Yang ketiga, pemendekan atau penyederhanaan kata yang berlebihan. Dalam bahasa gaul, sering banget kata-kata dipendekkan biar cepat. Misalnya, 'informasi' jadi 'info', 'sekarang' jadi 'skrg'. Nah, kalau ini dipakai di chat sama teman sih nggak masalah. Tapi kalau dipakai di forum resmi, ya jelas nggak baku. Pemendekan ini kadang juga melibatkan perubahan bentuk kata yang nggak sesuai kaidah imbuhan. Yang keempat, pengulangan kata yang tidak perlu atau salah bentuk. Ada kalanya kata diulang untuk memberi penekanan, tapi kalau salah imbuhannya jadi aneh. Misalnya, kata 'banyak'. Seharusnya kalau mau menekankan 'banyak' ya 'banyak sekali' atau 'banyak banget'. Tapi kalau ada yang bilang 'kebanyakan' untuk arti 'sangat banyak', itu salah. 'Kebanyakan' itu punya arti lain, yaitu mayoritas. Kesalahan dalam pengulangan atau penggunaan bentuk jamak yang tidak tepat juga sering terjadi. Makanya, kita harus hati-hati. Terakhir, ada perubahan makna akibat salah imbuhan. Ini yang paling krusial. Kadang, kita pakai imbuhan yang salah, akhirnya artinya jadi melenceng jauh dari yang dimaksud. Contohnya, kata 'bertanggung jawab'. Bentuk bakunya adalah 'bertanggung jawab', bukan 'bertanggungan jawab'. Kalau kita pakai 'bertanggungan jawab', artinya bisa jadi rancu. Intinya, guys, mengenali jenis-jenis ini penting agar kita bisa lebih teliti saat berbicara atau menulis. Jangan sampai kita malah menyebarkan penggunaan kata yang tidak baku. Kalau ragu, langsung aja buka KBBI atau cari referensi yang terpercaya. Biar makin pede ngomong pakai bahasa Indonesia yang benar!
Contoh Nyata Kata Imbuhan Bohong dalam Kehidupan Sehari-hari
Yuk, guys, sekarang kita masuk ke bagian yang paling seru: contoh-contoh nyata kata imbuhan bohong yang sering banget kita temuin sehari-hari. Biar makin kebayang dan nggak salah lagi nanti pas ngomong atau nulis. Pertama, mari kita lihat kata kerja. Ada kata dasar 'ajar'. Bentuk bakunya adalah mengajar (aktif) atau diajar (pasif). Nah, sering banget kita denger atau baca orang bilang 'ngajarin'. Kata 'ngajarin' ini nggak baku, guys. Imbuhan '-in' itu bukan imbuhan baku dalam bahasa Indonesia untuk membentuk kata kerja aktif dari kata dasar. Seharusnya, kita pakai 'mengajari' atau kalau dalam konteks sangat santai, boleh pakai 'ngajar' saja, tapi 'ngajarin' itu dihindari di situasi formal. Contoh lain, kata dasar 'terima'. Baku-nya menerima atau diterima. Tapi banyak yang bilang 'nerima' atau 'nerima-in'. Nah, 'nerima' itu bentuk tidak bakunya, dan 'nerima-in' itu lebih parah lagi. Jadi, kalau mau ngomong sama orang yang lebih tua atau dalam rapat, usahakan pakai 'menerima'. Selanjutnya, kata benda. Dari kata 'ajar' tadi, bentuk kata bendanya adalah pelajaran. Tapi seringkali orang bilang 'ajar-ajaran' atau 'pelajarin' (ini sebenarnya kata kerja yang salah, tapi sering dianggap kata benda juga). Kata 'ajar-ajaran' itu nggak sesuai kaidah. Makna yang dimaksud biasanya 'sesuatu yang dipelajari', jadi 'pelajaran' adalah kata yang tepat. Masih soal benda, dari kata 'sebab', bentuk bakunya adalah penyebab. Tapi ada yang suka bilang 'sebab-sebabnya' untuk arti 'penyebab'. Padahal, 'sebab-sebab' itu sudah berarti jamak dari 'sebab'. Kalau mau bilang sumber masalah, ya 'penyebab' adalah kata yang paling tepat. Terus, kata sifat. Dari kata 'paham', baku-nya adalah memahami (kata kerja) atau pemahaman (kata benda). Tapi orang sering bilang 'ngerti' atau 'paham-paham aja'. Kata 'ngerti' itu sebenarnya diserap dari bahasa Jawa, dan dalam bahasa Indonesia baku, kita lebih disarankan pakai 'paham' atau 'memahami'. Sementara 'paham-paham aja' itu ungkapan santai, tapi bukan bentuk baku. Ada lagi kata dasar 'keras'. Baku-nya keras. Tapi sering muncul 'kekerasan' yang artinya itu sudah beda. 'Kekerasan' itu merujuk pada tindakan yang kasar atau brutal, bukan sekadar sifat keras. Perhatikan perbedaan maknanya, guys! Terus, ada juga kata keterangan. Dari kata 'sekarang', baku-nya ya sekarang. Tapi banyak yang nulis 'sekarang ini' atau 'saat ini'. Nah, 'sekarang ini' itu kadang dianggap kurang efisien atau sedikit mubazir, meskipun sering dipakai. 'Saat ini' lebih terdengar formal. Contoh lain, kata 'hampir'. Baku-nya hampir. Tapi kadang muncul 'mau hampir'. Ini jelas salah kaprah, karena 'mau' dan 'hampir' itu punya makna yang beda. 'Mau' itu keinginan, 'hampir' itu mendekati kejadian. Satu lagi yang sering banget nih: penggunaan kata 'juga' dan 'pun'. Kadang orang mencampuradukkan atau salah menempatkan. Misalnya, 'Saya juga pergi', itu baku. Tapi kalau jadi 'Saya pun pergi', itu juga baku tapi penekanannya beda. Nah, kalau salah penempatan, jadi nggak enak didengar. Yang paling penting, guys, adalah kita harus peka terhadap konteks. Kalau lagi ngobrol santai sama teman, pakai bahasa gaul atau kata tidak baku sesekali mungkin nggak masalah. Tapi kalau lagi di lingkungan profesional, di depan umum, atau nulis karya resmi, wajib banget pakai bahasa Indonesia yang baku dan benar. Dengan begitu, kita menunjukkan profesionalisme dan rasa hormat kita. Yuk, mulai dari sekarang lebih teliti lagi pas memilih kata!***
Tips Menghindari Kata Imbuhan Bohong
Oke, guys, setelah kita bahas panjang lebar soal apa itu kata imbuhan bohong, kenapa pentingnya, dan contoh-contohnya, sekarang saatnya kita cari tahu gimana caranya biar kita nggak ikutan salah pakai. Menghindari penggunaan kata imbuhan yang tidak baku itu sebenarnya nggak susah kok, asal kita mau berusaha sedikit. Pertama dan paling utama adalah rajin membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Anggap aja KBBI ini kayak Google Maps-nya bahasa Indonesia. Kalau ragu sama suatu kata, langsung aja cek di KBBI. Di sana ada penjelasan lengkap soal arti kata, bentuk baku, bahkan sampai contoh penggunaannya. Lakukan ini sebagai kebiasaan, guys, terutama kalau kamu sering nulis atau berbicara di depan umum. Yang kedua, perbanyak membaca karya-karya yang dianggap baku. Ini bisa berupa buku-buku sastra, jurnal ilmiah, berita dari media terpercaya, atau artikel-artikel resmi. Dengan banyak membaca, kita akan terbiasa melihat dan mengenali bentuk kata yang benar dan baku. Otak kita akan secara otomatis menyerap pola penggunaan bahasa yang baik. Membaca itu investasi jangka panjang buat kemampuan berbahasa kita. Ketiga, perhatikan baik-baik saat orang lain berbicara atau menulis. Dengarkan dan lihat bagaimana orang-orang yang dianggap ahli bahasa atau profesional menggunakan kata-kata mereka. Kalau ada kata yang terdengar asing atau nggak lazim, coba catat dan cari tahu kebenarannya nanti. Belajar dari kesalahan orang lain juga penting, guys. Keempat, ikut serta dalam diskusi atau pelatihan bahasa Indonesia. Kadang, ada seminar, workshop, atau bahkan kursus singkat tentang tata bahasa Indonesia. Ikut acara-acara seperti ini bisa kasih kita pemahaman yang lebih mendalam dan kesempatan buat tanya langsung ke ahlinya. Jaringan pertemanan yang peduli bahasa juga bisa bantu banget. Kelima, lakukan review atau koreksi diri. Setelah menulis sesuatu, coba baca ulang tulisanmu. Tanyakan pada diri sendiri, apakah semua kata yang dipakai sudah baku? Apakah ada imbuhan yang terasa aneh? Kalau perlu, minta teman yang kamu percaya untuk membaca ulang karyamu dan memberi masukan. Kesadaran diri itu kunci utama. Keenam, pahami prinsip dasar pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Pelajari tentang awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks), dan gabungan imbuhan (kombinasi prefiks-sufiks). Kalau kita paham prinsipnya, kita bisa memprediksi bentuk baku dari suatu kata. Misalnya, kalau tahu awalan 'me-' berubah jadi 'meng-', 'men-', 'meny-', 'mem-', kita jadi tahu kalau 'meng-ajar' itu baku, bukan 'ngajarin'. Terakhir, yang paling penting adalah kemauan untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Bahasa itu hidup, guys, terus berkembang. Nggak ada kata terlambat untuk memperbaiki cara kita berbahasa. Jangan takut salah, tapi jadikan kesalahan sebagai pelajaran. Dengan konsistensi dan niat yang tulus, pasti kita bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan tentunya keren!***
Kesimpulan: Bangga Berbahasa Indonesia yang Benar
Gimana, guys? Seru kan bahas soal kata imbuhan bohong ini? Intinya, kata imbuhan bohong itu adalah kata-kata yang nggak sesuai sama kaidah bahasa Indonesia yang baku. Munculnya bisa karena kebiasaan, pengaruh bahasa daerah, bahasa gaul, atau sekadar kekhilafan. Tapi, penting banget buat kita peduli sama penggunaan kata yang benar. Kenapa? Biar komunikasi kita jelas, sopan, dan berwibawa. Selain itu, dengan pakai bahasa yang benar, kita juga ikut menjaga kelestarian bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa. Kita udah lihat banyak contoh kata tidak baku yang sering banget muncul sehari-hari, mulai dari kata kerja kayak 'ngajarin' sampai kata sifat kayak 'kekerasan' yang maknanya bisa melenceng. Nah, biar nggak ikutan salah, kita bisa rajin buka KBBI, banyak membaca, perhatikan lingkungan sekitar, dan yang paling penting, punya kemauan untuk terus belajar. Menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar itu bukan cuma soal nilai akademis, guys. Ini soal profesionalisme, rasa hormat, dan kecintaan kita pada bahasa ibu. Jadi, yuk, mulai sekarang kita lebih teliti lagi dalam memilih kata. Jangan gengsi pakai bahasa baku, justru itu yang bikin kita keren di mata dunia. Mari kita buktikan kalau generasi kita bisa berbahasa Indonesia dengan bangga dan benar. Berbahasa yang baik adalah cerminan diri yang baik. Terima kasih sudah menyimak, semoga artikel ini bermanfaat ya!